Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Datangnya samar-samar,
diporak-porandakannya seluruhku yang berkiblat kamu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Di antara padi yang dirungrung
debu. Aku adalah padimu, tempat awalmu melahap kesedihanku.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Datang dan memainkan anak
rambut. Kau tahu? Hatiku yang riuh menunggu lingkar lenganmu timpuh dengan
tubuh.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Sempurnalah aku menunggu.
Diantara pelukmu yang menggambarkan sajak-sajak menderu.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Ijinkan aku pecah dan
terburai di satuan nafasmu. Seluruhmu kerinduanku di pelupuk hutan perdu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Untukmu aku berlarian menapaki
durimu. Luka menganga adalah caraku mencintaimu, tanpa meragu.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Malam ini di luar minus
sepuluh, untukmu waktu tak bergerak. Kamu memikatku di sulur hangat retinamu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Surat yang kemarin masihkah di
kamu? Di pelupuk mata tempatku tak berhenti menatap sayumu.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Surat? Surat yang tak pernah
selesai? Perkara mengutarakan rindu kita
selalu gagap makna dan hilang kata.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Tentang surat itu adalah seutas
harapku padamu, mengenai rindu kita yang menyemu lagi menyata.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Rindu yang padamu adalah
upeti, upaya menawar jarak sudi beringsut dan merebahkanku di bibir yang ingin
ku pagut.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Tentang pagutanmu adalah lambang
rindu yang mulai meledak riuh, dari nafas tak beratur utuh.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Hal merindukanmu biar aku
diracuni congkaknya waktu. Jika aku jadi budaknya, semoga dia mau menghentikan untukmu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Sampai jarak tak begitu
menyetuju, aku siap dihujani pilu ketika pagutanmu hanyalah masa lalu.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Datang menjelma mimpi buruk. Tersaruk
di atas carut-marut kenangan dan kamu coba sembuhkan. Kamu dan bukan masa lalu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Pada ufukmu, kita adalah bagian dari
bumi yang menjauh dari awan, bersamaan menuju luar angkasa.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Kau dan angkasa merayuku. Matamu
orbitnya, pelukmulah galaksi. Lebih dekat dari kejauhan koordinatmu.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Kamu dan lautan meledak di
angkasaku, menari tanpa gravitasi lalu melayang menuju orbit ini.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Hujan kusuruh datang cepat-cepat,
agar rindu yang kutitipkan tetap hangat ketika sampai di pelukmu yang tepat.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Berhembuslah menujunya. Menuju tempatku
bercerita, tepat dikala senja dalam barisan prosa.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Kamulah tenang air, itulah
sebab kukaitkan batu di kaki dan biarkan tubuhku tenggelam menemuiku.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Kamulah awan yang berlari-lari. Aku
menujunya dengan satu harap agar bisa menggapainya, lembut.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Kamu adalah nafas yang
membuat hujan menjadi bernyawa dan rindu tak hanya burai kata-kata.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Tempatmu adalah aku. Balon udara
yang menggembung karena kumpulan rindumu, melayang. Menujumu.
Aku : Angin yang mengabarkan rindu. Kitalah kota-kota, rindulah
lampunya dan kisahlah jalannya. Aku tahu ada jurang, tapi aku yakin kamu
juangnya.
Kamu : Angin yang mengabarkan rindu. Mungkin ini terakhir aku menulis
untukmu, sebagai tanda kamu adalah ujung pencatianku. Rindu.
puisinya serrrruu ,,,
BalasHapus