Sabtu, 20 April 2013

Jas Terbaik di Hari yang Baik

Dia sudah bekerja sekian tahun dengan tuannya. Tuan kaya raya yang hidup hanya bersama pekerja-pekerjanya. Entahlah, tuannya tak pernah mau cerita kenapa hanya hidup seorang diri tanpa keluarga. Tapi sepertinya dia tahu sesuatu. Tuannya ini lebih tua 20 tahun dari dia. Seperti selisih usia anak dengan ayahnya.
Tugas dia di sini bukanlah sebagai pembantu, atau budak, atau apalah sebutannya. Dia mengepalai pekerja-pekerja di rumahnya yang super megah ini. Dia bersekolah, digaji, dan dia diijinkan bersenang-senang dengan fasilitas yang ada, layaknya seorang anak di rumah ayahnya sendiri.

Dia betah kerja di sini. Ini seperti hidup di rumah sendiri dibanding disebut dengan bekerja. Diapun dekat dengan tuannya. Kadang tuannya mengajaknya belanja untuk kebutuhan pribadi mereka. Setelah itu mereka makan di restoran kelas menengah yang sengaja dia pilih.

***

Dia adalah anak perempuan dari seorang penari di Solo. Ibunya meninggal ketika melahirkan dia. Setidaknya itu cerita yang didengar dari orang-orang sekitar. Mereka, para tetangga dan kerabat di kampung tidak mengenali siapa ayah dia,  kecuali neneknya.

Nenek menceritakan bagaimana ibunya yang polos bisa jatuh cinta pada binatang itu, maksudnya jatuh cinta pada manusia berhati binatang. Entahlah siapa yang bisa disalahkan hingga dia bisa ada di dunia ini. Panitia acara yang menjual ibunya demi uang satu kantong plastik, atau justru ibunya yang terlalu penurut dan bisa dibungkam hanya dengan segenggam uang.

Neneknya menceritakan semua sebelum beliau meninggal, dan setelah itu dia memutuskan untuk mendatangi kota kediaman ayahnya. Entahlah, seperti ada yang menyuruhnya mencari ayahnya. Dan itu membuar dia semakin penasaran.

Setibanya di kota ayahnya, untuk menopang kehidupannya, dia memutuskan menjadi seorang kuli pasar. Dia mengumpulkan uang, sekaligus mencari tahu tentang keberadaan ayahnya. Sebulan setelahnya dia berencana mencari pekerjaan baru, karena tidak mungkin dia akan selamanya tidur di teras ruko di kawasan pasar.

Di balik pasar ini ada perumahan yang dihuni oleh orang-orang kaya. Dia tahu, mungkin mereka tidak akan mau mengangkatnya sebagai pembantu atau buruh cuci. Mereka pasti memilih menggunakan jasa penyalur pembantu yang sudah pasti terpercaya. Tapi ternyata di luar dugaan.

Setiap dia selesai bekerja, dia mendatangi perumahan itu. Dia sengaja memilih satu rumah untuk diamati selama beberapa hari. Suatu hari, hampir saja diketuk pagar rumah itu dengan batu sebesar gengaman ketika seorang bapak-bapak keluar dan langsung mempersilakan masuk. Sekarang, justru dia yang bingung.

Dan, di sinilah dia, menjadi anak kepercayaan tuannya yang dipanggilnya abi.

***

Hari ini tanggal 14 Agustus, seperti biasa abi mengajak dia untuk menyinggahi salah satu makam di salah satu desa di luar kota. Selama dia bekerja di sana, selama itu pula dia selalu diajak untuk berziarah tiap tahunnya di tanggal yang sama. Tapi entah kenapa hari ini dia sengaja untuk tidak mau ikut dengan abi. Ketika abi merajuk, dia lebih merajuk.

Dia memaksa untuk tidak mau ikut dengan abi dan beralasan ingin memberi kejutan untuk abi sepulang dari berziarah di hari ulang tahun dia yang ke 20 tahun ini. Iya, tanggal 14 Agustus itu adalah hari kelahiran dia. Dia dan abi selalu merayakannya sepulang dari berziarah.

Untuk kali ini dia menang, abi memutuskan berziarah sendiri. Dipersiapkannya baju untuk abi. Kemeja putih, jas mewah berwarna hitam, kaos kaki putih, tak lupa sepatu mengkilap termahal yang abi punya. Awalnya abi heran kenapa dia mempersiapkan setelan jas layaknya ke pesta. Dia hanya menjawab itu salah satu rangkaian kejutan yang dia buat di hari itu. Tak lupa dia menemani abi sarapan sebelum berangkat.
***

Hampir setengah jam yang lalu abi berangkat, "Masih ada sepuluh menit." batin dia. Dengan tenang dia mengangkat gagang telepon dan menekan nomer yang sudah dihafalnya di luar kepala.

"Ayah, salam buat ibu jika nanti bertemu. Katakan pada ibu, dendamnya berbuah manis." Ditutupnya telpon itu. Dia tahu ayahnya tak akan sampai ke pusara ibunya di desa itu. Batinnya, "Jas itu cocok di hari kematianmu, Ayah." 

Dia melangkah menuju kamarnya, tersenyum sambil menimang obat tidur berdosis tinggi dan kabel rem mobil abinya.