Kamis, 14 Februari 2013

Cira yang Mencintai Dunia Membosankan Kami

Solo yang masih hujan..

Hahaha, dia selalu tahu pikiranku. Setiap bangun tidur aku langsung menyeduh kopi, tanpa cuci muka apalagi gosok gigi. Dia tahu juga kesenanganku duduk di kusen jendela, bakar rokok pertama sebelum mandi dan berangkat kuliah.

Dia satu-satunya penghuni kost ini yang selama beberapa bulan belakangan dekat denganku yang introvert. Orang lain menganggapku aneh. Iya aneh dan bukan unik. Mereka beda dengan Cira. Cira mau berteman denganku. Atau mungkin Cira juga dianggap setali tiga uang denganku, dia punya nasib yang sama, dikucilkan, maka dari itu dia mau berteman.

Hush, jahat sekali pikiran nakalku, lancang berasumsi menuduh Cira yang tulus. Tapi memang dia sedikit lebih introvert dari aku yang introvert. Aku ingat, suatu ketika ada kakak tingkat yang terpaksa ke kamar kostku, dia membutuhkan beberapa buku untuk referensi skripsinya. Ketika dia masuk kamar, Cira mendadak jadi lebih diam dan memilih keluar ruangan.

Suatu ketika yang lain, Cira selalu menolak ketika kuajak ke kamar, hanya karena beberapa temanku mampir ke kost untuk urusan tugas kelompok. Bahkan setelah aku memintanya terus-menerus, Cira memilih pergi beberapa saat.

Pernah, aku mengajaknya untuk jalan-jalan ke kota, kadang orang yang dianggap membosankan seperti kami juga bisa bosan. Paling tidak aku akan mengajaknya menemaniku makan di warung masakan Padang, atau ngopi-ngopi di angkringan, atau sekedar jalan-jalan menghirup udara lain selain pengap kamarku. Tapi Cira menolak. Dia membenci keramaian, tapi tidak pernah membenci hingar-bingar yang selalu kami ciptakan di kamar. Dia mencintai dunia membosankan kami.

Dia selalu baik, dia tahu tentang banyak hal. Aku selalu kagum dengan diorama-diorama pemikirannya dan cara pandangnya pada setiap masalah. Cira memang mengenalku lebih dari lainnya, bahkan lebih perhatian dibanding saudaraku dan orang tuaku di kampung sana. Ketika aku kesal dengan banyaknya tugas brengsek dari sistem perkuliahan brengsek, Cira selalu bisa meredakan gelisahku. Dia selalu mengingatkan hal-hal kecil yang sering kulupakan, padahal sangat penting.

Hey tunggu dulu, Aku tidak sedang menceritakan pacarku, kami sama-sama perempuan. Dan aku masih normal di hal-hal tertentu, cara membedakan kemaluan, misalnya.

Karena dia sudah baik dan terlampau baik, saat ini aku akan memberinya kejutan kecil pada Cira. Semalam dia sudah menemaniku berjibaku dengan masalah sepele yang tidak bisa disepelekan. Aku mencoba menemuinya sebelum dia menemuiku terlebih dahulu.


Dan di sinilah aku berada untuk Cira. Membawakan bunga di depan kamarnya yang berukirkan nama aslinya, "Asminah Dewi Chandra". Bahkan ada tanggal lahirnya, 14 Mei 1988 - 14 Februari 2010.

Iya, aku memanggilnya dengan sebutan Cira, yang berarti kain panjang menjuntai. Seperti itulah wajah Asminah setiap kali menemuiku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar