Rabu, 13 Februari 2013

Hari Kasih di Setelah Rabu Abu

Rabu, 13 Februari 2013

Ini Rabu Abu...

Saya tulis sepulang misa. Tanda Salib di dahi sengaja tidak saya hilangkan, hanya sedikit titik luntur di tengahnya selepas saya titikan air suci untuk konjuk. Bukan, bukan untuk pamer kesokrohanian saya, bukan. Percayaah bukan.

Abu ini perkabungan, sama rasa ketika saya ditinggalkanmu..
Abu ini penyesalan, sama rasa ketika saya mengenalmu..
Abu ini ketidak abadian, sama rasa ketika perasaanmu hilang angkuhnya..
Abu ini ketidakadilan, sama rasa dengan rasa yang mulai timpang..

Sebenarnya abu di kening tak cukup berbicara bagaimana saya berkepahitan hati atasmu. Tapi seorang kamu tak layak jika saya harus menyelubungi payudaraku dan bunga kemaluanku dengan kain kabung serta dengan ruruh saya duduk di atas abu seperti serat ayat di Perjanjian Lama.

Ya, kamu tak layak, karena kamu lah pembunuh rasa, kamu lah pengoyak paksa kasihku hingga ditelanjangi benci. Seharusnya sesal menyenggamamu saat ini. Tapi kamu lah acuh.

Saya berkabung untuk saya dan rasa yang dipaksa memusarakan dirinya sendiri. Saya menyesal untuk hati yang pernah jatuh menyulur di taji tumitmu. Semoga esok saya sudah membaik.

Oh, tidak tidak... Bukankah esok hari manusia dengan cintanya yang ditopengi untuk dipamerkan? Saya tidak akan jauh lebih baik. Membayangkan saja saya jijik, mual. Aaarrghh...

Seharusnya mereka juga berdampingan duduk dengan saya, memiliki tanda abu di dahinya. Ya, mereka sudah membunuh esensi hati dan ketulusan yang sebenarnya. Atas nama duka, saya turut berduka, Duka...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar