Rabu, 20 Februari 2013

Dialog Puisi: Pertemuan Rindu

Saya : Saya bertemu rindumu. Dia ingin jatuh dipenuh pelukku, dia hanya takut tuannya tidak mengijinkan walau sebenarnya menginginkan.

Kamu : Saya bertemu rindumu. Hadirnya hanya seberkas pilu, untuk temu yang terlalu lama mengharu-biru atau lamun yang lekas merabun.

Saya : Saya bertemu rindumu. Tak ada lugas yang kamu percayakan selain penjaringan asa yang nantinya kamu buang ke rindang belantara luka.

Kamu : Saya bertemu rindumu. Untuk bilik lupa ialah ingat yang meradang, hampa sirna dan sayup erang, serta tawa pada disleksia.

Saya : Saya bertemu rindumu. Kuucapkan selamat pagi. Saya tahu sebentar lagi dia akan memuntahkan kalimatnya dan saya akan pecah di rentang pelukmu..

Kamu : Saya bertemu rindumu. Untuk kesiangan terbius dan atas nama Aquarius dan Neptunus, saya seperti dipukul rindu hingga mampus.

Saya : Saya bertemu rindumu yang kini sering saya rapalkan seperti doa. Ada sakit dalam galar menyusup vena hingga mendarah, tapi saya menikmati..

Kamu : Saya bertemu rindumu. Untuk sakit yang kamu rasakan adalah kesakitanku juga. Terimakasih kau mampu mencambuk sakitku, Sayang.

Saya : Saya bertemu rindumu. Meminta ijin untuk menenangkan rinduku. Karena milikku hanya ruruh ketika nafasmu membekai lekuk bahuku..

Kamu : Saya bertemu rindumu. Kesekian kali sungai menyapaku, lalu saya ijinkan kamu tetap memelukku. Saya tidak akan menyia-nyiakanmu.

Saya : Saya bertemu rindumu. Rinduku menyetubuhi ketiadaanmu. Saya mohon mendekatlah, jadilah atas nama penggenapan rinduku. 

Kamu : Saya bertemu rindumu. Atas nama Bapa yang menyaksikan kehampaan kita, atau altar tempat saya memagutmu kelak. Saya terbelalak.

Saya : Saya bertemu rindumu. Sebenarnya saya tak menemuinya. Di altar itulah kamu mendatangiku. Kamu membuat seluruhku jatuh hanya padamu.

Kamu : Saya bertemu rindumu. Saya tahu dan sayapun mendekapmu, dari bilik lelah yang terbelah, juga sempat yang telah menjadi berkat.

Saya : Saya bertemu rindumu. Kamu nafas keduaku. Ulahmu buat rinduku menyalak, tapi aku hanya ingin kamu rebah di lembar ciumku yang membeledu. Kamu udaraku...



[dialog puisi saya dan @diptaWang ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar